KETIKA JILBAB TERNODAI
BY : ZEFITA
Assalammualaikum wr. wb
Sebelum aku mulai menuliskan tulisan ini. Aku sempat berpikir untuk tidak menuliskannya karena ini bersifat subjektif dari sisi pemikiranku. Mungkin dari sisi pembaca yang membaca tulisan ini akan berbeda. Langsung saja, waktu aku mendengarkan cerita dari adik tingkatku mengenai dunia kos-kos an yang selama ini aku belum pernah mengalaminya karena aku selalu tinggal bersama orang tua dan belum merasakan arti dari sebuah kata “mandiri”. Aku salut sama anak kost dimana dia merantau dari daerah asalnya untuk belajar menimba ilmu dan kembali ke kampung halamannya dengan senyum bangga. Tapi setelah aku mendengarkan cerita dari adik tingkatku ada mindset yang terbentuk. “kok ada ya yang seperti itu”. “It’s really or not?”.
Selama ini aku mempunyai teman anak kost dan alhamdulillah semuanya anak-anak yang baik. Mereka tau batas dan norma pergaulan walaupun hati orang tak mungkin bisa ditebak but I believe them. Kata adik tingkatku katanya dia mendengar cerita ada akhwat1 kepergok ama bapak kost dan pak RT setempat bersama seorang pria yang katanya sudah beristri (nauzubillah). Ada juga yang temannya SMA yang jilbab besar dan sampai kuliah juga tetap berjilbab besar. Akan tetapi setelah dia tau apa yang artinya jatuh cinta dan merasakan cinta dia malah pacaran. Hmm ini juga yang dialami oleh temanku tapi aku tidak bisa memungkiri itu adalah pilihannya. Di kalangan aktivis dakwah, pacaran diharamkan dan nggk ada yang namanya pacaran islami yang ada hanyalah kata “menikah” agar tidak terjadi perzinahan. Setelah aku bergaul dan memasuki lingkungan aktivis dakwah aku lebih tau tentang Islam. Ternyata zina itu banyak macamnya, tidak hanya zina tubuh tapi ada zina mata, hati dan pikiran. Sehingga dari semua itulah timbul yang namanya hawa nafsu. Dan untuk mengontrolnya sangat susah bila kita tidak mempunyai iman yang kuat sedangkan iman sendiri bagi manusia sifatnya naik-turun dan tentu setiap hari kita harus mengisinya dengan berbagai kebaikan walaupun cenderung manusia lebih menyukai hal-hal yang berbau maksiat. Akan tetapi hati hanya kita dan Allah SWT yang mampu mengendalikannya.
Aku salut dengan keistiqomahan teman-teman sesama aktivis yang mampu menegakkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Tidak semua orang bisa melakukannya. Mulai dari berjilbab besar sampai menutupi dada dan seluruh tubuh. Memakai rok, tidak bersalaman kepada yang bukan muhrimnya, menjaga pandangan dari hal yang buruh dan dapat merusak iman, berkumpul di majelis agama. Hmm aku belum mampu melaksanakannya. Mungkin diri ini lebih nyaman dengan keadaanku yang sekarang, berjilbab menutupi dada dan masih tetap memakai celana panjangku. Ada kemajuan sih walaupun dikit, dulu aku memakai jelana jeans ketat dan sekarang memakai celana kain yang agak longgar. Ternyata kalau kita memakai celana jeans katanya susah melahirkan (jadi takut). Hmm sebenarnya pengen memakai rok Cuma kok nggk nyaman ya susah bergerak tapi banyak yang muji kalo memakai rok jadi lebih angggu he he. Ternyata orang yang berjilbab itu tidak selamanya dapat kita nilai baik. Mereka sama dengan kita, sama-sama manusia biasa yang tak luput dari salah dan khilaf. Tapi mereka sudah menjalankan perintah agama dengan menutup aurat waupun hati mereka belum tentu diliputi kebaikan. Setidaknya bagi teman-teman yang belum berjilbab mereka lebih baik karena telah menutup aurat yang seharusnya tidak kita pertontonkan karena akan mengundang fitnah dan niat jelek orang lain kepada kita. Tentu berjilbab ada proses, proses mencari makna mengapa kita harus berjilbab?. Dan jawabannya tentu dari pemikiran kita sendiri yang mendalam, bagaimana cara kita bisa lebih mengenal sang pencipta kita yaitu Allah SWT. Kalau kita ingin dekat dengan—Nya maka yang harus kita lakukan yaitu menjauhi larangannya dan menjalankan perintahnya, dan itulah yang disebut “takwa”, bentuk dari syukur kita bahwa sampai saat ini kita masih diberi umur panjang dan tarikan napas kehidupan untuk terus memaknai apa tujuan hidup kita. Setelah kita melihat kejadian di sekitar kita yang tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan, kok jilbab besar boleh pacaran?, kok mereka boleh pegang-pegangan tangan?, kok begini, kok begitu, dst. Itu adalah salah satu ungkapan negatif dan tentu kita tidak akan pernah habis menghujatnya seakan-akan itu adalah kesalahan terbesar mereka. Tapi kembali lagi ke diri kita, apa kita lebih baik dari mereka?, apa kita berhak menghakiminya?, seberapa baikkah kita di mata Allah SWT?. Itu dari sisi negatifnya, cobalah kita berpikir dari dua sisi. Ibarat cermin saat kita melihat dari cermin ternyata yang tampak adalah diri kita sendiri, tapi coba pikirkan lebih dalam lagi yang kita lihat di cermin adalah kebalikan dari sisi diri kita yang nyata. Itulah hidup ada sisi positif dan negatif, semua hal ada pasangannnya. Ada sinonim dan antonim (kok larinya ke sini sih he). Dari sisi positifnya mereka memilih jalan itu karena tidak punya pilihan lain, ada sesuatu yang menghambatnya sehingga sampai saat ini belum bisa ke jenjang pernikahan. Tapi ketika jilbab ternodai oleh hawa nafsu, aku sama sekali akan menghamiki mereka, nafsu sesaat yang mengotori agama dengan melakukan perbuatan bejat yaitu “zina”. Banyak hal yang memicu terjadinya zina, mulai dari lingkungan sekitar, film, internet dan pergaulan. Jilbab bukan hanya penutup rambut, bukan hanya hiasan, bukan hanya tempat pelarian, bukan hanya fashion, bukan hanya lambang seorang muslimah, bukan hanya....bukan hanya.... dan bukan hanya.....hanya sebuah identitas yang akan kau bawa sampai ajal menjemput, hanya jati dirimu yang menunjukkan kau telah dewasa, hanya pembedamu dengan agama lain, hanya bukti ketakwaanmu pada-Nya.
May be this time for say, good bye. This end of my writing. I hope it useful and I want to say sorry for anyone who reading my writing when to hurt your feeling.
THANK’S ALREADY TO READING MY WRITING ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar