SEGURAT SENYUM BAHAGIA
Dulu waktu aku masih duduk di Sekolah Dasar, sempat
berpikir mengenai kehidupan orang miskin dan kaya. Mengapa Allah swt
menciptakan orang miskin dan kaya, mengapa tidak semua orang adalah kaya,
kenapa harus miskin. Berbagai pertanyaan muncul dan berkecamuk dalam diriku.
Namun seiring berjalannya waktu yang membantuku lebih paham mengenai agama
Islam dan hakikat kehidupan bahwa Allah swt mempunyai maksud dan tujuan
menciptakan segala sesuatu berpasangan juga berlawanan, kadang ada yang dapat
dijangkau oleh akal manusia dan kadang hanya menjadi rahasia Allah swt.
Semuanya indah karena adanya perbedaan, bisa saling memahami dan mengisi satu
dengan lainnya.
Saat aku kuliah, aku sangat kagum dengan seorang nenek
yang mencari sampah plastik di sekitar area kampus. Beliau sangat gigih
walaupun fisik yang kurang mendukung dan kadang aku melihatnya tidak memakai
sandal. Saat jam istirahat biasanya aku
dan teman-teman pergi ke kantin sekedar melepas perut yang keroncongan dan saat
itu pula beliau datang sambil menggendong karung plastik dan memegang besi
untuk memungut sampah plastik. Kadang saat beliau sangat lelah, biasanya beliau
beristirahat di bawah pohon sambil napasnya yang masih ngos-ngosan. Beliau
adalah orang yang ramah, saat aku dan teman-teman menyapa dan bertanya dari
mana. Beliau lalu menjawabnya sambil mengulas senyum dari sudut bibirnya,
kadang kami tidak tega melihat keringat yang bercucuran di wajahnya lantas kami
menyodorkan uang sekedarnya. Awalnya beliau menolak tapi kami tetap menyakinkan
dan timbullah pembicaraan seperti berikut :
“Niki puq sekadar buat makan”
( Ini nek buat makan)
“Dendeq bayi, araq beras leq bale”
(Tidak usah anakku, ada beras di rumah)
“Aro papuq ni, jari lemaq. Papuq uwah beli beras?”
(Eh nenek ini. Nenek sudah beli beras?)
“Tebeng siq tetangga”
(Dikasik sama tetangga)
“Kance sai papuq mendot?”
(Sama siapa nenek tinggal)
“Araq bayi masih kodeq-kodeq, kereng iye ngendeng jaje”
(Sama cucu yang masih kecil-kecil, sering dia minta jajan)
“O, lamun meno puq, niki kepeng ni jari bayi de. Dendeq
uwah ndeq semel” (sambil meraih tangan papuq)
(O, kalo begitu nek, ini uang buat cucu nenek. Tidak usah
tidak enak)
“Terima kasih, bayi saq inges”
(Terima kasik, anakku yang cantik).
Dari pembicaraan singkat tersebut aku dapat memahami
sedikit kehidupan yangg beliau jalani dan ada satu makna kehidupan yang aku
pelajari. Bahwa berbagi rezeki dengan sesama akan meringankan langkah hidup
kita, ada beban yang berkurang, ada energi yang tersalurkan, ada rasa yang tak
mampu diungkapkan dengan kata-kata. Saat kita memberi dengan perasaan senang
dan insya allah swt ikhlas (hanya allah swt yang mengetahui ukuran ikhlas) juga
orang yang menerimanya dengan perasaan yang sama pasti menimbulkan perasaan
bahagia yang luar biasa.
Hari-hari berikutnya aku bertemu papuq di bawah pohon
dekat area kampus sedang duduk santai. Lantas aku mendekatinya dan ngobrol
menanyakan kabarnya. Tiba-tiba ada beberapa temanku lewat sambil menggodaku.
“Fit lagi wawancara?”
“Nggak, lagi ngobrol aja”
“Aees lah, bilang aja lagi wawancara, cie.. cie”
Begitulah teman-temanku sering menggodaku saat ngobrol
bareng papuq, padahal cuma ngobrol biasa. Mungkin aku dikira calon wartawan
kali ( he.. he...). Selanjutnya beberapa hari telah berlalu namun papuq tidak
pernah muncul di kampus. Aku dan teman-teman coba mengira kondisi papuq. Namun
tebakan kami ngawur semua. Beberapa hari tanpa papuq rasanya ada pemandangan
yang kurang. Setelah beberapa hari kemudian aku melihat papuq lagi tanpa
basa-basi aku mendatanginya dan menanyakan kondisi beliau dan ternyata sudah
seminggu ini kakinya sering sakit dan pegal-pegal di persendiaan. Lantas aku
pun menawarkan untuk makan mie ayam, kebetulan aku dan teman-teman mendirikan
usaha mie ayam di samping kantin kampus. Seperti biasa beliau menolak tapi aku berusaha untuk menyakinkannya dan
alhamdulillah akhirnya beliau mau. Hari-hari yang indah kulalui saat membantu
papuq, ada rasa kelapangan yang indah di hatiku, di saat tugas-tugas kuliah
semakin menumpuk aku menikmatinya karena ada semangat yang luar biasa dari
menolong sesama dan kulalui semua itu dengan senyuman dan kerja keras untuk
menyelesaikannya.
Siang
hari selesai kuliah, aku bergegas menuju parkiran untuk segera pulang ke rumah,
lalu aku melihat papuq dengan karung yang hampir terisi penuh jalan di teriknya
matahari mungkin beliauu mau pulang. Lantas aku menghampirinya dan mengajak
pulang bersama, beliau menolak dengan alasan sudah biasa dan seperti biasa aku
memaksanya dengan halus dengan alasan mau pulang juga ke arah yang sama dengan
papuq. Aku pun menanyakan alamatnya dan langsung menyuruhnya naik, awalnya aku
bingung harus menaruh karungnya di mana, di depan terlalu tinggi tapi beliau
bilang biar nenek saja yang pegang. Hmm awalnya merepotkan juga dengan
karungnya yang berat tapi bismillah,
aku hanya ingin membantu. Akhirnya beberapa menit kemudian sampilah di depan
gang rumah nenek, beliau menyuruhku mampir, tapi aku bilang harus bergegas
pulang dan lain kali aku akan mampir.
Aku
melihat perjuangan papuq sangat hebat
dan tidak mampu untuk diungkapkan dengan hanya beberapa kata tetapi langsung
perasaan itu meresap di hati. Beliau sangat menyukai pekerjaannya padahal
pekerjaannya hanya seorang pemulung yang hasil kerja kerasnya tidak sebanding
dengan uang yang didapat namun itu sangat bernilai di mata Allah swt,
perjuangan mencari rezeki yang halal dibandingkan dengan hanya meminta-minta
berharap rasa belas kasihan orang lain tanpa berusaha dengan kemampuan yang
masih dimiliki.
Ternyata
kebahagian itu tidak selalu dapat diukur dengan uang, kebahagian sesungguhnya
ketika kita dapat berbagi rezeki dengan sesama. Dari berbagi kita menjalin
silaturahmi dan memperkuat hubungan kita dengan sesama manusia dan Allah swt.
By : Zefita
At : 19.40 pm
In Mataram, West Lombok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar