TERSESAT
DI ZAMAN EDO
Sepuluh tahun telah
berlalu namun kenangan bersama kakek masih membekas diingatanku. Kebetulan
sepuluh tahun yang lalu aku sekeluarga masih tinggal di Tokyo. Saat aku
menanyakan keberadaan kakek pada mamaku, ia hanya menjawab “Kakek telah menghilang”. Sepeninggal
kakek, aku hanya mendapatkan selembar surat yang bertuliskan huruf kanji dan
sebuah kotak kecil berwarna putih yang terkunci. Aku percaya bahwa kakek masih hidup dan menunggu
kedatanganku.
“Lily!!!, cepat keluar
ada Mila datang,”teriak mama.
“Ya, sebentar
lagi,”jawabku.
Aku membuka pintu
garasi untuk mengeluarkan sepeda buntutku dan menyusul Mila yang sudah tancap
gas setelah melihatku keluar dari pintu pagar.
“Lily cepetan! Ntar siang
gue ada latihan teater,”katanya.
“Ya...ya.., ini gue
udah kayuh dengan kecepatan maksimal”
Akhirnya kami berdua
sukses tiba di perpustakaan dengan napas ngos-ngosan. Lalu bergegas masuk dan
menuju ke bagian rak buku budaya jepang. Aku mulai membaca sebuah buku tetapi
kosentrasiku sedikit terpecah karena melihat sosok bayangan aneh. Lalu aku
penasaran mengikutinya dan saat aku berbalik, tiba-tiba dari arah belakang
seseorang membekap mulutku dan mengayunkan katana
ke arah leherku.
“Diam dan jangan
berteriak. Aku akan memberikanmu sebuah kunci sebagai jalan menuju zaman
Edo,”katanya.
“Za-zaman Edo?”,tanyaku.
“Aku adalah penjaga
gerbang waktu. Aku mempunyai misi dari kakekmu untuk menyerahkan sebuah kunci”
Seketika ia melepaskan
cengkramannya dan perlahan dengan langkah sigap telah berdiri dihadapanku. Kini
aku tengah berhadapan dengan seeorang samurai, ia menatapku lurus tanpa
berkedip. Perlahan dari balik yukata
ia mengeluarkan sebuah kunci kecil, aku mendekat dan meraih kunci tersebut.
“Terimalah kunci ini, mana
kotak kecil itu?”
“Haah, oh ya tunggu
sebentar aku pergi mengambilnya”
“Bergegaslah, aku tidak
punya banyak waktu”
“Oke”
Aku kembali ke tempat
duduk sebelumnya dan meraih tasku. Sekilas aku melihat Mila tengah asyik
membaca sebuah novel. Dalam hati, aku berharap semoga dia tidak melihatku.
Kemudian aku bergegas menuju tempat sang samurai.
“Ini kotaknya”
“Baiklah, mana surat
misi itu?”,tanya si samurai.
“Maksudmu..yang
bertuliskan huruf kanji ini,”tanyaku.
“Hmm benar, baiklah
pegang tanganku,”katanya.
“Eh.. iya, hmm tapi
kalau boleh aku tahu siapa namamu dan berapa umurmu?”
“Kau.. , namaku Kai
Nakajima dan kalau soal umur aku sebaya denganmu hanya berbeda dimensi waktu”
Kemudian Kai memasukkan
kunci itu ke dalam kotak. Perlahan aku melihat seberkas cahaya yang menggumpal
lalu menyebar ke setiap sudut perpustakaan dan kemudian mengelilingi tubuh kami
berdua. Aku terus menggengam tangan Kai dengan kuat lalu perlahan tubuhku
terasa ringan dan pandanganku terasa berat. Di sekelilingku hanya ada ruang
kosong dengan warna yang berubah-ubah dengan sangat cepat. Tiba-tiba semua
menjadi gelap.
Akhirnya aku berhasil
membuka kedua mataku. Di sekelilingku hanya ada hutan, dari kejauhan aku
mendengar sebuah pertarungan yang sengit. Aku bangkit dan berjalan lebih jauh
lagi. Di sana ada Kai yang tengah bertarung, mereka sepertinya dari klan yang
berbeda dilihat dari ikat kepala yang dipakai. Aku ingin membantu tetapi
rasanya kemampuan bertarungku belum sampai ke level samurai.
Tiba-tiba aku melihat
dari rimbunan pohon ada seorang pemanah yang akan melepaskan busurnya ke arah
Kai tanpa berpikir panjang aku mencari sebuah batu. Ini kesempatan untuk
menguji kemampuan meleparku.
“Baiklah, haaaap!!!”
Buuuk!!!
“Yes akhirnya tembakanku
tepat sasaran”
Sambil tetap
bersembunyi aku mengamati jalannya pertarungan dan pertarungan pun dimenangkan
oleh klan berikat kepala biru yang sama dengan Kai. Kai lantas mengatakan
sesuatu kepada temannya dan pergi menuju ke tempatku sebelumnya. Aku bergegas
menyusulnya.
“Kai tunggu, aku di
sini!!”,teriakku.
“Oh, kapan kau
sadar?”,kata Kai.
“Cukup lama sampai aku
menyaksikan pertarungan berdarah itu”
“Oh begitu, ayo kita
pergi ke tempat temanku. Di sana nanti aku akan menjelaskan misimu”
Kami berjalan menyusuri
hutan yang lebat tanpa tahu berapa lama lagi harus berjalan kaki. Aku
sebenarnya sudah merasa lelah namun merasa gengsi harus beristirahat sementara
dia tetap berjalan kokoh tanpa menunjukkan ekspresi letih. Ah, benar-benar
orang ini tidak peka kalau sedang berjalan dengan seorang perempuan. Tiba-tiba
dia menghentikan langkahnya dan aku pun juga mengikutinya.
“Hey, kita istirahat
sebentar di bawah pohon itu,”katanya tiba-tiba.
“Ya,”jawabku singkat.
“Ini ada onigiri,”sambil menyodorkan kepadaku.
“Arigatou”
Sambil menjentikkan
jarinya, aku melihat tangan Kai mengeluarkan sinar putih dan jreng.. berbagai
benda keluar secara tiba-tiba tanpa hitungan detik. Apa dia seorang penyihir
gumamku, tunggu dulu aku bukan di dunia fantasi kan tapi di zaman Edo lantas
bagaimana dia melakukannya.
“K-kai bagaimana kamu
melakukannya, apa kau seorang penyihir?”
“Rahasia,”jawabnya
singkat.
“Eh.., lantas untuk apa
kau mengeluarkan selimut, kayu bakar, dll?”
“Kau dari tadi banyak
nanya, haah menyebalkan.. memang kalau berurusan dengan seorang perempuan akan
jadi ribet seperti ini. Kita bermalam di sini soalnya kalau melanjutkan
perjalanan sudah larut dan banyak binatang buas berkeliaran”
“Bi-binatang buas?”
“Ya, cepat kau bantu
aku menyalakan api ini!”
“Oke”
Kami berdua pun sibuk
menyiapkan segala sesuatu untuk bermalam. Sambil memandangi langit yang penuh
bintang aku tenggelam dalam lamunanku. Saat ini aku rindu dengan ibu, ayah dan
kakek. Semoga kedatangaku ke zaman Edo ini tidak sia-sia. Malam pun semakin
larut dan aku terbuai dalam dunia mimpi yang semu.
“Hey
bangun!!, sudah pagi,” kata Kai.
“Ah
berisik, bentar lagi,”jawabku sambil menarik selimut.
“Gadis
ini malas banget. Ok kalau kau mau tidur lagi, tidurlah tanpa selimut,”gumam
Kai.
Sedetik
kemudian, Kai menjentikkan jarinya yang membuat semua barang di sekitarku
hilang termasuk selimut yang aku pegang sehingga memaksaku untuk membuka mata
dan melanjutkan perjalanan dipagi yang dingin sambil terkantuk-kantuk. Dari
kejauhan aku mulai melihat sebuah pemukiman berarti sebentar lagi akan sampai.
Tunggu dulu kenapa semua orang memandangku aneh. Astaga aku baru sadar ternyata
pakaianku tidak sama dengan mereka. Aku memakai sweater dan celana panjang
sementara mereka memakai kimono dan yukata. Lalu Kai menghentikan langkahnya
disebuah rumah kecil dan dari balik pintu muncullah seorang pria yang langsung
memeluk Kai.
“Irasshaimase Kai, wah kamu membawa
seorang gadis. Apa dia pacarmu?”
“Bukan.
Oh ya perkenalkan namanya Lily”
“Hey
Lily, hajimemashite watashi no namae wa
Akira desu. Mari silahkan
masuk,”sapanya
“Hai”
Di
sebuah rumah mungil milik Akira, aku dan Kai bermalam sambil memikirkan sebuah
strategi. Aku pun disambut baik oleh istri Akira yang bernama Megumi dan dia
memberikanku sebuah kimono untuk dipakai
agar orang lain tidak curiga terhadap kedatanganku. Kebetulan ada satu ruangan
yang bisa dipakai sebagai kamar sehingga aku bisa tidur di sana sementara Kai
tidur diruang tamu.
Kemudian
Megumi mengajakku ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Aku bergegas ke
belakang rumahnya. Malam ini kami membuat menu utama berupa sushi dan penutupnya kue mochi. Hmm yummy, sambil membayangkan
rasanya yang lezat dan mengingatkanku pada masakan nenek di Tokyo.
“Sumimasen menunggu lama, ini makan
malamnya,”kataku
“Wow..Lily
kau nampak kirei dengan kimono,”kata Akira
“Arigatou kak Akira, mari kita santap
makanannya mudahan bisa seenak masakan kak Megumi,”jawabku.
“Itadakimasu!!” jawab kami serempak.
Setelah
acara makan malam selesai aku langsung membantu Megumi membereskan meja dan
mencuci piring. Sebelum beranjak meninggalkan ruangan, Kai sudah berdiri tepat
dihadapanku dan dengan refleks aku mundur satu langkah.
“Payah..gerakanmu
masih lambat. Selesai membantu Megumi aku tunggu di sini untuk membicarakan
sebuah misi,”kata Kai
“Ya”
Aku
sebenarnya mau membalas sindirannya tapi aku urungkan niat itu, masak gara-gara
itu aku perang mulut.
Sesaat
setelah itu aku kembali ke ruang makan untuk menemui Kai. Dia tengah asyik
membersihkan katananya.
“Kai,
apa misiku sebenarnya,”tanyaku
“Oh,
kau penasaran tetapi sebelumnya ilmu beladiri apa yang bisa kau kuasai?”
“Kendo,”jawabku
“Hmm..
sepertinya kau akan kesulitan dalam melakukan misi. Mau tidak mau aku harus
mengajarimu teknik dasar samurai tetapi kau tenang saja karena jurus samurai
yang aku ajarkan akan dipadukan dengan jurus kendo,”kata Kai
“Baiklah,
aku akan berusaha sebaik mungkin sensei.
Boleh aku melihat surat misi itu,”tanyaku
“Oh
yang kau berikan sebelum kita melintasi waktu. Hm.. aku akan memberikannya saat
kau lulus dalam tes latihanku”
“Ck..,
baiklah sepertinya tidak ada lagi yang kau bicarakan. Aku balik dulu. Oyasuminasai”
“Dasar
gadis ini, benar-benar tidak sopan. Oyasuminasai,”kata
Kai dengan seulas senyum.
Pagi-pagi
di belakang rumah Akira terdengar suara gaduh yang disebabkan oleh suara
komando Kai melatih Lily.
“Ayo
pegang yang benar katananya, bukan
seperti itu,”kata Kai
“Iya
aku tahu, begini kan?” kataku sambil menunjukkannya
“Salah!!”
“Begini?”
(dengan posisi berubah 900)
“Salah!!”
“Begini?”
(berubah lagi menjadi 1800)
“Salah!!!”
Begitulah
alur pelatihan yang diajari oleh sensei Kai.
Meski Lily mendapatkan pukulan bertubi-tubi alias tekanan mental tetapi ia
berusaha bertahan agar dapat bertemu dengan kakeknya. Disela-sela pelatihan Kai
memperkenalkan dan menjelaskan beberapa senjata yang biasanya dipakai oleh
seorang samurai seperti katana, wakizashi, naginata dan shuriken.
“Tunggu
dulu, bukannya shuriken biasanya
dipakai oleh ninja?”
“Ya
tetapi kebanyakan samurai di daerah ini tidak lupa membawa shuriken saat berperang atau berduel, tergantung dari kondisi si
samurai,”jawab Kai
“Oh
begitu, baiklah bisa kita istirahat?”
“Istirahat..jangan
membuatku tertawa. Apa kau mau mati sebelum bertarung?”
“Ti-tidak.
Baiklah ayo kita lanjutkan latihannya”
“Nah
begitu, selanjutnya aku akan mengajarimu jurus tsuki, haraki ashi, haya suburi, men, sa-yu men dan tsuba zeriai. Kau perhatikan aku
baik-baik, setiap jurus hanya aku peragakan sekali berikutnya kau mengikutinya
dan mengulanginya berkali-kali sampai kau hapal. Mengerti?”
“Ok!!”
Kemudian
Lily pun berlatih sambil terus mengulangi jurus-jurus yang telah diajarkan Kai.
Hari berganti hari, setiap pagi dan malam hari Lily dengan giat berlatih sambil
diawasi oleh Kai. Perlahan tatapan dingin Kai berubah menjadi lembut ke arah
Lily namun Lily tidak menyadari hal tersebut.
“Berhenti
dulu sebentar Li. Aku melihat kau masih kaku dalam memegang katana. Anggap saja kau sedang memegang shinai, tenang saja katana itu tidak akan melukaimu selama kau menganggapnya teman”
Sementara
Lily masih terbengong-bengong karena baru pertama kali ini Kai menyebut
namanya.
“Hey..hey..(sambil
melambaikan tangan ke arah wajahku). Apa kau mengerti apa yang aku bilang?”
“Tentu saja, katana adalah seorang teman bagi
samurai”
Mendengar jawaban Lily,
Kai spontan tersenyum kepada Lily yang membuat detak jantung Lily semakin
keras. Bagi Lily itulah adalah senyuman termanis yang pernah ia lihat dari
sosok bernama Kai. Sedetik kemudian Kai menyadari bahwa ia tersenyum kepada
Lily dan langsung mengubah ekspresinya menjadi dingin.
“Hey Li apa yang kau
lihat, cepat lanjutkan latihannya”
“I-iya sensei”
Setelah berbagai
latihan yang dijalani oleh Lily, Kai melihat ada peningkatan dalam berbagai
jurus. Lantas ia menghampiri Lily untuk memberikan sebuah surat misi dari
kakeknya.
“Istirahat
sebentar Li, ada yang ingin aku tunjukkan padamu”
“Apa
itu?”
“Ini
(sambil menyodorkan sebuah surat). Aku melihat kau telah mahir dan menguasai
berbagai jurus yang aku ajarkan dan sekarang saatnya kau mulai menjalankan misi
dari kakekmu,”kata Kai.
Lily
lantas membuka isi amplop itu dan mulai membaca surat misi. Namun alangkah
terkejutnya saat dia membuka surat misi tersebut. Huruf kanji yang tertulis
tiba-tiba berubah menjadi sebuah kalimat yang dapat dimengerti oleh Lily. Isi
surat tersebut adalah :
Misi
untuk cucuku Lily Kobayashi
Kau
harus menyelamatkan sebuah desa yang sungainya telah diracuni oleh penyihir
jahat bernama Reiko. Saat kakek menuliskan surat ini, kakek telah menjadi
sanderanya. Tugasmu
mencari bunga abadi di puncak gunung Fuji untuk memurnikan air sungainya. Penjaga gerbang waktu akan membantumu menuju
kastil sang penyihir.
“Bagaimana
kau sudah siap?”
“Tentu
saja,”jawab Lily
Keesokkan
paginya Lily dan Kai berpamitan kepada Akira dan Megumi untuk melanjutkan
perjalanan menuju gunung Fuji. Saat ditengah perjalanan Kai mengalungkan sebuah
botol kecil yang berisi air abadi kepada Lily.
“Apa
ini?”
“Ini
sihir air, kau cukup membuka tutup botolnya lalu berkosentrasi. Bayangkan sekililingmu adalah air dan lakukan gerakan
lembut tetapi tegas saat kau menggunakan sihir ini. Sihir ini hanya bisa
dipakai sebanyak tiga kali dan kekuatannya sangat dasyat,’kata Kai
“Chotto matte, kau belum pernah mengajariku sebelumnya,”kata Lily
“Aku
yakin kau pasti bisa. Sebentar lagi kita akan memasuki gunung Fuji,
berhati-hatilah karena kemungkinan Reiko akan mengirimkan ninja pembunuh,”kata
Kai.
“Baiklah,
wakarimasu”
Tak
terasa perjalanan yang melelahkan ini akhirnya terbayar juga. Di sekelilingku
aku melihat pemandangan yang sangat indah, ada beberapa bunga sakura
bermekaran. Saat ini di gunung Fuji masih musim semi biasanya kata Kai selalu ditutupi
salju. Tinggal beberapa meter lagi kami akan sampai di puncak gunung itu. Namun
dari balik semak-semak kami mendengarkan suara berisik.
Ssrrrt....
“Waspada
Li!!”
“Ya,”jawabku
Tak
lama kemudian dua buah shuriken
hampir mengenai Kai tetapi langsung ditebas dengan gerakan cepat. Dari balik
semak-semak satu persatu para ninja bermunculan dengan posisi menyerang. Pertarungan
dimulai dengan sangat cepat tanpa ada jeda sedikit pun, kesalahan sekecil
apapun akan menyebabkan nyawa kami berdua melayang.
“Hiaat...!”
teriakku sambil menyerang tiga orang ninja sekaligus.
Dengan
perpaduan jurus tsuki dan haya suburi aku berhasil mengenai lawan
dan dengan cepat aku melumpuhkan mereka. Namun beberapa ninja yang lain mulai
menyerangku.
Wuuushh...!
Sebuah
tendangan yang sangat cepat mengenai pinggangku dan membuatku jatuh tersungkur.
Belum sempat aku bangkit sebuah shuriken
meluncur ke arahku dan dengan langkah yang sigap aku berhasil menepisnya.
Sekarang keadaanku benar-benar tidak aman, aku dalam keadaan terkepung. Aku berharap
Kai dapat membantuku namun aku melihatnya juga sedang dalam keadaan terdesak
menghadapi para ninja. Baiklah aku harus berkosentrasi dan memusatkan pikiranku
pada katana. Sambil memejamkan mata
aku merasakan hembusan angin dan mencoba membaca gerakan lawan.
“Aku
siap menyerang,”gumamku
Baiklah kali ini aku
akan menggunakan jurus men dan sa-yu men
dengan cepat dan tepat.
Traakh...trakh...srrett...!!
Bruuuk...!!
Suara
tubuh mereka terhempas ke tanah dan menghilang. Akhirnya aku berhasil menjatuhkan
mereka.
“Hebat
kau Li!”
“Kau
juga hebat,”kataku
Tidak
berapa lama kemudian sampailah mereka di puncak tertinggi gunung Fuji. Di
sekeliling mereka terdapat aneka bunga berwarna-warni yang bermekaran.
“Kai,
bagaimana ciri-ciri bunga abadi itu?”
“Bunga
itu berwarna biru muda dan bertangkai emas. Begini saja kita berpencar untuk
mencarinya,”sarannya
“Baiklah
kalau begitu aku mencari di sebelah sana,”kataku
Aku
menyusuri sekelompok bunga untuk menemukan bunga abadi. Lalu aku berjalan lurus
dan menemukan sebuah tangkai yang bersinar.
“Banzai!!, Kai coba kau kesini aku sudah
menemukannya,”kata Lily.
“Waw..
selamat, kalau begitu ayo kita pergi menyelematkan desa itu,”kata Kai.
“Gomen.. tapi bisa tidak kita
menyelamatkan kakek dulu. Aku ingin menyelesaikan misi ini bersama dia”
“Hmm..
baiklah kalau itu keinginanmu,”kata Kai
Mereka
mengambil langkah cepat menuju kastil penyihir Reiko. Di sekeliling daerah
kastil tidak ada cahaya matahari. Pepohonan di sebelah kiri-kanan jalan
terlihat kering kerontang bahkan keberadaan binatang seekor pun tidak ada.
“Itu
dia kastilnya,”kata Kai sambil menunjuk
“Sugoi.. ”
“Ini
bukan saatnya kagum Li, kita harus menyiapkan kekuatan untuk bertarung dengan
Reiko. Namun untuk kali ini aku yang akan bertarung dengan Reiko kau cukup
melihat dan membantuku saat aku terancam”
“Eh..nani?, aku juga ingin bertarung”
“Jangan
keras kepala, dia adalah lawan yang tangguh bagimu”
“Ya,
tenang saja aku tidak akan bertindak gegabah”
Sesaat
setelah itu sampailah mereka digerbang utama. Pintu gerbang terbuka dan tampak
pasukan ninja dan ronin yang siap
menghabisi kami berdua. Baiklah aku harus tenang. Aku melihat Kai menghela
napas panjang dan memasang sikap kuda-kuda untuk menyerang.
Ciaaat..
traaak... pletaaak... wuuush..
Gemuruh
pertarungan membahana di dalam kastil. Aku mendapat beberapa pukulan
bertubi-tubi namun aku segera bangkit dan melawan begitu juga yang dialami oleh
Kai. Pertarungan yang membuat kami kalah jumlah tidak menyurutkan semangat kami
untuk tetap melawan.
Sreeeet...
Tebasan
terakhir berhasil melumpuhkan lawanku dan menandakan pertarungan telah
berakhir. Namun pertarungan utama baru akan dimulai.
Wuuush...
Angin
kencang tiba-tiba berhembus dan di depan kami muncullah Reiko sang penyihir
jahat yang membawa sebuah kurungan yang cukup besar dan ternyata di dalamnya
ada kakek.
“Kakek!!!”
“Li
jangan kesana, berbahaya,”kata Kai sambil menahanku
“Ck..bocah-bocah
tengik. Aku tidak menyangka kalian bisa datang secepat ini ke kastilku. Baiklah
aku akan memberikan sebuah hadiah. Terima ini!!,”kata Reiko
Wuuush..
Sebuah
gumpalan api yang cukup besar melesat ke arah Kai. Kai mundur beberapa langkah
dan klik ia menjetikkan jarinya yang
membuat api itu menghilang. Lalu katananya
berubah menjadi sebuah tongkat panjang, melalui tongkat itu ia mengeluarkan
sihir angin yang kuat ke arah Reiko. Namun dengan satu gerakan, angin itu
menghilang.
Pertarungan berlangsung
semakin seru dengan perubahan elemen sihir yang sangat cepat. Mereka mampu
merubah sihir mereka dari api ke air dan tanah ke angin. Aku ingin membantu
namun melihat kondisi mereka yang imbang aku urungkan niat itu.
Bruuuk!!
Kai terhempas cukup
jauh. Bagaimana ini?. Aku harus menggunakan sihir ini. Baiklah.
“Terima ini!!”
Splaaas..
“Apa
ini? (sambil mengusap wajahnya). Kau mau bermain air denganku, Ha..ha..ha..!!,”kata
Reiko
Lalu
dia melakukan sebuah gerakan dan mengarahkan sebuah bola air raksasa kepadaku.
Aku tidak mampu menghindarinya dan terhempas cukup jauh. Seluruh tubuhku terasa
remuk. Aku melihat kearah Kai dan ternyata dia masih belum sadar. Baiklah aku
akan melakukan sihir air itu sekali lagi. Bayangkan sekelilingmu adalah air.
“Bangkit Lily!!,”teriakku
Aku melancarkan sebuah
serangan balik dan tepat mengenai wajahnya. Ia mengerang kesakitan. Aku
berhasil melukai wajahnya namun itu belum cukup. Baiklah kumpulkan energi dan
pusatkan. Kali ini aku melakukan gerakan sapuan ke kiri dan kanan sambil
memusatkan seluruh energi ditanganku.
“Hiaaaaaaaaaaaaaaat!!”
“Aaakkkhhh!!”
Suara teriakan Reiko
memecah kesunyian kastil. Serangan terakhirku mampu merobohkan pertahanannya.
Dia menghilang bersama serpihan air.
“Li...”
“Kai kau sudah sadar.
Ayo kita pergi ke desa itu”
“Hm, kau pergi saja
dengan kakekmu. Dia mengetahui letak sungai itu”
“Hey bicara apa kamu.
Kita sudah janji akan pergi bersama-sama”
“Sudahlah.. kondisiku
kurang baik. Lagi pula waktumu tinggal sebentar lagi. Cepat pergilah, mungkin
kita tidak akan bertemu lagi tapi aku mau kau membawa surat ini dan membacanya
saat kembali ke zamanmu”
“Ayo nak, kita harus
cepat,”kata kakek
“Iya kek”
Sesampainya di sungai.
Aku menghanyutkan bunga abadi itu, seketika air sungai yang berwarna hijau
berubah menjadi putih bersinar. Penduduk setempat beramai-ramai ke sungai untuk
menyembuhkan penyakitnya. Kini misi aku dan kakek telah selesai di zaman Edo.
Perlahan tubuh kami mulai menghilang dan kembali melewati ruang waktu.
“Kai, Megumi, Akira sayonara!”
Wuuusshh..
Aku berhasil kembali
dengan selamat. Tunggu dulu kenapa Mila masih membaca novelnya?. Tiba-tiba
ponselku berbunyi, ternyata nenek menelpon. Aku langsung berlari keluar
menerima telpon.
“Moshi-moshi, nenek apa kabar?”
“Li.. kakekmu telah
kembali,”kata nenek
“Oh..syukurlah”
“Li kau baik-baik
saja?. Aneh biasanya kau selalu antusias”
“Ya,tentu saja Lily
antusias. Maaf nek, Lily sebentar lagi ada kelas, bye”
Aku segera memutus sambungan terlpon, takut
kalau nenek menanyakan macam-macam. Soalnya aku dan kakek sepakat untuk
merahasiakan perjalanan kami ke zaman Edo.
“Li! (dengan ekspresi
geram). Dari mana saja kau?. Aku sudah dua jam menunggumu sambil mengerjakan
tugas kita,”kata Mila
“He.. he.., maaf. Kalau
begitu ayo cepat kita kelas, sudah terlambat ini,”kataku sambil berlari cepat
“Liiiiiiiiiiiiiiiiii!!”
Akhirnya aku terbebas
dari amukan Mila. Di kelas, pak Adi mulai menjelaskan mata kuliah budaya
jepang. Namun aku sibuk membaca surat dari yang bertuliskan:
Boku ga iru
Boku ga kimi wo mamotte ageru eien ni
Membaca surat itu aku
tersenyum karena untaian katanya romantis. Hmm seandainya kita bisa bertemu
kembali.
Tok.. tok..
Suara pintu tiba-tiba
diketuk. Lalu muncullah seorang cowok berkacamata.
“Maaf pak, ini ada anak
baru bernama Ray Nakajima”
Tunggu dulu apa aku
tidak salah dengar. Na-nakajima, rasanya nama belakang keluarganya aku kenal.
Ya, tidak salah lagi. Itu nama belakang Kai.
**The End**