Kamis, 14 Juni 2012


SEGURAT SENYUM BAHAGIA

            Dulu waktu aku masih duduk di Sekolah Dasar, sempat berpikir mengenai kehidupan orang miskin dan kaya. Mengapa Allah swt menciptakan orang miskin dan kaya, mengapa tidak semua orang adalah kaya, kenapa harus miskin. Berbagai pertanyaan muncul dan berkecamuk dalam diriku. Namun seiring berjalannya waktu yang membantuku lebih paham mengenai agama Islam dan hakikat kehidupan bahwa Allah swt mempunyai maksud dan tujuan menciptakan segala sesuatu berpasangan juga berlawanan, kadang ada yang dapat dijangkau oleh akal manusia dan kadang hanya menjadi rahasia Allah swt. Semuanya indah karena adanya perbedaan, bisa saling memahami dan mengisi satu dengan lainnya.

            Saat aku kuliah, aku sangat kagum dengan seorang nenek yang mencari sampah plastik di sekitar area kampus. Beliau sangat gigih walaupun fisik yang kurang mendukung dan kadang aku melihatnya tidak memakai sandal. Saat jam istirahat  biasanya aku dan teman-teman pergi ke kantin sekedar melepas perut yang keroncongan dan saat itu pula beliau datang sambil menggendong karung plastik dan memegang besi untuk memungut sampah plastik. Kadang saat beliau sangat lelah, biasanya beliau beristirahat di bawah pohon sambil napasnya yang masih ngos-ngosan. Beliau adalah orang yang ramah, saat aku dan teman-teman menyapa dan bertanya dari mana. Beliau lalu menjawabnya sambil mengulas senyum dari sudut bibirnya, kadang kami tidak tega melihat keringat yang bercucuran di wajahnya lantas kami menyodorkan uang sekedarnya. Awalnya beliau menolak tapi kami tetap menyakinkan dan timbullah pembicaraan seperti berikut :

            “Niki puq sekadar buat makan”
            ( Ini nek buat makan)
            “Dendeq bayi, araq beras leq bale”
            (Tidak usah anakku, ada beras di rumah)
            “Aro papuq ni, jari lemaq. Papuq uwah beli beras?”
            (Eh nenek ini. Nenek sudah beli beras?)
            “Tebeng siq tetangga”
            (Dikasik sama tetangga)
            “Kance sai papuq mendot?”
            (Sama siapa nenek tinggal)
            “Araq bayi masih kodeq-kodeq, kereng iye ngendeng jaje”
            (Sama cucu yang masih kecil-kecil, sering dia minta jajan)
            “O, lamun meno puq, niki kepeng ni jari bayi de. Dendeq uwah ndeq semel” (sambil meraih tangan papuq)
            (O, kalo begitu nek, ini uang buat cucu nenek. Tidak usah tidak enak)
            “Terima kasih, bayi saq inges”
            (Terima kasik, anakku yang cantik).

            Dari pembicaraan singkat tersebut aku dapat memahami sedikit kehidupan yangg beliau jalani dan ada satu makna kehidupan yang aku pelajari. Bahwa berbagi rezeki dengan sesama akan meringankan langkah hidup kita, ada beban yang berkurang, ada energi yang tersalurkan, ada rasa yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Saat kita memberi dengan perasaan senang dan insya allah swt ikhlas (hanya allah swt yang mengetahui ukuran ikhlas) juga orang yang menerimanya dengan perasaan yang sama pasti menimbulkan perasaan bahagia  yang luar biasa.

            Hari-hari berikutnya aku bertemu papuq di bawah pohon dekat area kampus sedang duduk santai. Lantas aku mendekatinya dan ngobrol menanyakan kabarnya. Tiba-tiba ada beberapa temanku lewat sambil menggodaku.

            “Fit lagi wawancara?”
            “Nggak, lagi ngobrol aja”
            “Aees lah, bilang aja lagi wawancara, cie.. cie”
            Begitulah teman-temanku sering menggodaku saat ngobrol bareng papuq, padahal cuma ngobrol biasa. Mungkin aku dikira calon wartawan kali ( he.. he...). Selanjutnya beberapa hari telah berlalu namun papuq tidak pernah muncul di kampus. Aku dan teman-teman coba mengira kondisi papuq. Namun tebakan kami ngawur semua. Beberapa hari tanpa papuq rasanya ada pemandangan yang kurang. Setelah beberapa hari kemudian aku melihat papuq lagi tanpa basa-basi aku mendatanginya dan menanyakan kondisi beliau dan ternyata sudah seminggu ini kakinya sering sakit dan pegal-pegal di persendiaan. Lantas aku pun menawarkan untuk makan mie ayam, kebetulan aku dan teman-teman mendirikan usaha mie ayam di samping kantin kampus. Seperti biasa beliau menolak tapi aku  berusaha untuk menyakinkannya dan alhamdulillah akhirnya beliau mau. Hari-hari yang indah kulalui saat membantu papuq, ada rasa kelapangan yang indah di hatiku, di saat tugas-tugas kuliah semakin menumpuk aku menikmatinya karena ada semangat yang luar biasa dari menolong sesama dan kulalui semua itu dengan senyuman dan kerja keras untuk menyelesaikannya.

Siang hari selesai kuliah, aku bergegas menuju parkiran untuk segera pulang ke rumah, lalu aku melihat papuq dengan karung yang hampir terisi penuh jalan di teriknya matahari mungkin beliauu mau pulang. Lantas aku menghampirinya dan mengajak pulang bersama, beliau menolak dengan alasan sudah biasa dan seperti biasa aku memaksanya dengan halus dengan alasan mau pulang juga ke arah yang sama dengan papuq. Aku pun menanyakan alamatnya dan langsung menyuruhnya naik, awalnya aku bingung harus menaruh karungnya di mana, di depan terlalu tinggi tapi beliau bilang biar nenek saja yang pegang. Hmm awalnya merepotkan juga dengan karungnya yang berat tapi bismillah, aku hanya ingin membantu. Akhirnya beberapa menit kemudian sampilah di depan gang rumah nenek, beliau menyuruhku mampir, tapi aku bilang harus bergegas pulang dan lain kali aku akan mampir.

Aku melihat perjuangan papuq sangat hebat dan tidak mampu untuk diungkapkan dengan hanya beberapa kata tetapi langsung perasaan itu meresap di hati. Beliau sangat menyukai pekerjaannya padahal pekerjaannya hanya seorang pemulung yang hasil kerja kerasnya tidak sebanding dengan uang yang didapat namun itu sangat bernilai di mata Allah swt, perjuangan mencari rezeki yang halal dibandingkan dengan hanya meminta-minta berharap rasa belas kasihan orang lain tanpa berusaha dengan kemampuan yang masih dimiliki.

Ternyata kebahagian itu tidak selalu dapat diukur dengan uang, kebahagian sesungguhnya ketika kita dapat berbagi rezeki dengan sesama. Dari berbagi kita menjalin silaturahmi dan memperkuat hubungan kita dengan sesama manusia dan Allah swt.
By : Zefita
At : 19.40 pm
In Mataram, West Lombok





Tidak ada komentar:

Posting Komentar