Kamis, 13 Maret 2014

TERSESAT DI ZAMAN EDO

TERSESAT DI ZAMAN EDO

Sepuluh tahun telah berlalu namun kenangan bersama kakek masih membekas diingatanku. Kebetulan sepuluh tahun yang lalu aku sekeluarga masih tinggal di Tokyo. Saat aku menanyakan keberadaan kakek pada mamaku, ia hanya menjawab “Kakek telah menghilang”. Sepeninggal kakek, aku hanya mendapatkan selembar surat yang bertuliskan huruf kanji dan sebuah kotak kecil berwarna putih yang terkunci. Aku  percaya bahwa kakek masih hidup dan menunggu kedatanganku.
“Lily!!!, cepat keluar ada Mila datang,”teriak mama.
“Ya, sebentar lagi,”jawabku.
Aku membuka pintu garasi untuk mengeluarkan sepeda buntutku dan menyusul Mila yang sudah tancap gas setelah melihatku keluar dari pintu pagar.
“Lily cepetan! Ntar siang gue ada latihan teater,”katanya.
“Ya...ya.., ini gue udah kayuh dengan kecepatan maksimal”
Akhirnya kami berdua sukses tiba di perpustakaan dengan napas ngos-ngosan. Lalu bergegas masuk dan menuju ke bagian rak buku budaya jepang. Aku mulai membaca sebuah buku tetapi kosentrasiku sedikit terpecah karena melihat sosok bayangan aneh. Lalu aku penasaran mengikutinya dan saat aku berbalik, tiba-tiba dari arah belakang seseorang membekap mulutku dan mengayunkan katana ke arah leherku.
“Diam dan jangan berteriak. Aku akan memberikanmu sebuah kunci sebagai jalan menuju zaman Edo,”katanya.
“Za-zaman Edo?”,tanyaku.
“Aku adalah penjaga gerbang waktu. Aku mempunyai misi dari kakekmu untuk menyerahkan sebuah kunci”
Seketika ia melepaskan cengkramannya dan perlahan dengan langkah sigap telah berdiri dihadapanku. Kini aku tengah berhadapan dengan seeorang samurai, ia menatapku lurus tanpa berkedip. Perlahan dari balik yukata ia mengeluarkan sebuah kunci kecil, aku mendekat dan meraih kunci tersebut.
“Terimalah kunci ini, mana kotak kecil itu?”
“Haah, oh ya tunggu sebentar aku pergi mengambilnya”
“Bergegaslah, aku tidak punya banyak waktu”
“Oke”
Aku kembali ke tempat duduk sebelumnya dan meraih tasku. Sekilas aku melihat Mila tengah asyik membaca sebuah novel. Dalam hati, aku berharap semoga dia tidak melihatku. Kemudian aku bergegas menuju tempat sang samurai.
“Ini kotaknya”
“Baiklah, mana surat misi itu?”,tanya si samurai.
“Maksudmu..yang bertuliskan huruf kanji ini,”tanyaku.
“Hmm benar, baiklah pegang tanganku,”katanya.
“Eh.. iya, hmm tapi kalau boleh aku tahu siapa namamu dan berapa umurmu?”
“Kau.. , namaku Kai Nakajima dan kalau soal umur aku sebaya denganmu hanya berbeda dimensi waktu”
Kemudian Kai memasukkan kunci itu ke dalam kotak. Perlahan aku melihat seberkas cahaya yang menggumpal lalu menyebar ke setiap sudut perpustakaan dan kemudian mengelilingi tubuh kami berdua. Aku terus menggengam tangan Kai dengan kuat lalu perlahan tubuhku terasa ringan dan pandanganku terasa berat. Di sekelilingku hanya ada ruang kosong dengan warna yang berubah-ubah dengan sangat cepat. Tiba-tiba semua menjadi gelap.
Akhirnya aku berhasil membuka kedua mataku. Di sekelilingku hanya ada hutan, dari kejauhan aku mendengar sebuah pertarungan yang sengit. Aku bangkit dan berjalan lebih jauh lagi. Di sana ada Kai yang tengah bertarung, mereka sepertinya dari klan yang berbeda dilihat dari ikat kepala yang dipakai. Aku ingin membantu tetapi rasanya kemampuan bertarungku belum sampai ke level samurai.
Tiba-tiba aku melihat dari rimbunan pohon ada seorang pemanah yang akan melepaskan busurnya ke arah Kai tanpa berpikir panjang aku mencari sebuah batu. Ini kesempatan untuk menguji kemampuan meleparku.
“Baiklah, haaaap!!!”
Buuuk!!!
“Yes akhirnya tembakanku tepat sasaran”
Sambil tetap bersembunyi aku mengamati jalannya pertarungan dan pertarungan pun dimenangkan oleh klan berikat kepala biru yang sama dengan Kai. Kai lantas mengatakan sesuatu kepada temannya dan pergi menuju ke tempatku sebelumnya. Aku bergegas menyusulnya.
“Kai tunggu, aku di sini!!”,teriakku.
“Oh, kapan kau sadar?”,kata Kai.
“Cukup lama sampai aku menyaksikan pertarungan berdarah itu”
“Oh begitu, ayo kita pergi ke tempat temanku. Di sana nanti aku akan menjelaskan misimu”
Kami berjalan menyusuri hutan yang lebat tanpa tahu berapa lama lagi harus berjalan kaki. Aku sebenarnya sudah merasa lelah namun merasa gengsi harus beristirahat sementara dia tetap berjalan kokoh tanpa menunjukkan ekspresi letih. Ah, benar-benar orang ini tidak peka kalau sedang berjalan dengan seorang perempuan. Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya dan aku pun juga mengikutinya.
“Hey, kita istirahat sebentar di bawah pohon itu,”katanya tiba-tiba.
“Ya,”jawabku singkat.
“Ini ada onigiri,”sambil menyodorkan kepadaku.
Arigatou
Sambil menjentikkan jarinya, aku melihat tangan Kai mengeluarkan sinar putih dan jreng.. berbagai benda keluar secara tiba-tiba tanpa hitungan detik. Apa dia seorang penyihir gumamku, tunggu dulu aku bukan di dunia fantasi kan tapi di zaman Edo lantas bagaimana dia melakukannya.
“K-kai bagaimana kamu melakukannya, apa kau seorang penyihir?”
“Rahasia,”jawabnya singkat.
“Eh.., lantas untuk apa kau mengeluarkan selimut, kayu bakar, dll?”
“Kau dari tadi banyak nanya, haah menyebalkan.. memang kalau berurusan dengan seorang perempuan akan jadi ribet seperti ini. Kita bermalam di sini soalnya kalau melanjutkan perjalanan sudah larut dan banyak binatang buas berkeliaran”
“Bi-binatang buas?”
“Ya, cepat kau bantu aku menyalakan api ini!”
“Oke”
Kami berdua pun sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk bermalam. Sambil memandangi langit yang penuh bintang aku tenggelam dalam lamunanku. Saat ini aku rindu dengan ibu, ayah dan kakek. Semoga kedatangaku ke zaman Edo ini tidak sia-sia. Malam pun semakin larut dan aku terbuai dalam dunia mimpi yang semu.
            “Hey bangun!!, sudah pagi,” kata Kai.
            “Ah berisik, bentar lagi,”jawabku sambil menarik selimut.
            “Gadis ini malas banget. Ok kalau kau mau tidur lagi, tidurlah tanpa selimut,”gumam Kai.
            Sedetik kemudian, Kai menjentikkan jarinya yang membuat semua barang di sekitarku hilang termasuk selimut yang aku pegang sehingga memaksaku untuk membuka mata dan melanjutkan perjalanan dipagi yang dingin sambil terkantuk-kantuk. Dari kejauhan aku mulai melihat sebuah pemukiman berarti sebentar lagi akan sampai. Tunggu dulu kenapa semua orang memandangku aneh. Astaga aku baru sadar ternyata pakaianku tidak sama dengan mereka. Aku memakai sweater dan celana panjang sementara mereka memakai kimono dan yukata. Lalu Kai menghentikan langkahnya disebuah rumah kecil dan dari balik pintu muncullah seorang pria yang langsung memeluk Kai.
            “Irasshaimase Kai, wah kamu membawa seorang gadis. Apa dia pacarmu?”
            “Bukan. Oh ya perkenalkan namanya Lily”
            “Hey Lily, hajimemashite watashi no namae wa Akira desu. Mari silahkan masuk,”sapanya
            “Hai
            Di sebuah rumah mungil milik Akira, aku dan Kai bermalam sambil memikirkan sebuah strategi. Aku pun disambut baik oleh istri Akira yang bernama Megumi dan dia memberikanku sebuah kimono untuk dipakai agar orang lain tidak curiga terhadap kedatanganku. Kebetulan ada satu ruangan yang bisa dipakai sebagai kamar sehingga aku bisa tidur di sana sementara Kai tidur diruang tamu.
            Kemudian Megumi mengajakku ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Aku bergegas ke belakang rumahnya. Malam ini kami membuat menu utama berupa sushi dan penutupnya kue mochi. Hmm yummy, sambil membayangkan rasanya yang lezat dan mengingatkanku pada masakan nenek di Tokyo.
            “Sumimasen menunggu lama, ini makan malamnya,”kataku
            “Wow..Lily kau nampak kirei dengan kimono,”kata Akira
            “Arigatou kak Akira, mari kita santap makanannya mudahan bisa seenak masakan kak Megumi,”jawabku.
            “Itadakimasu!!” jawab kami serempak.
            Setelah acara makan malam selesai aku langsung membantu Megumi membereskan meja dan mencuci piring. Sebelum beranjak meninggalkan ruangan, Kai sudah berdiri tepat dihadapanku dan dengan refleks aku mundur satu langkah.
            “Payah..gerakanmu masih lambat. Selesai membantu Megumi aku tunggu di sini untuk membicarakan sebuah misi,”kata Kai
            “Ya”
            Aku sebenarnya mau membalas sindirannya tapi aku urungkan niat itu, masak gara-gara itu aku perang mulut.           
            Sesaat setelah itu aku kembali ke ruang makan untuk menemui Kai. Dia tengah asyik membersihkan katananya.
            “Kai, apa misiku sebenarnya,”tanyaku
            “Oh, kau penasaran tetapi sebelumnya ilmu beladiri apa yang bisa kau kuasai?”
            “Kendo,”jawabku
            “Hmm.. sepertinya kau akan kesulitan dalam melakukan misi. Mau tidak mau aku harus mengajarimu teknik dasar samurai tetapi kau tenang saja karena jurus samurai yang aku ajarkan akan dipadukan dengan jurus kendo,”kata Kai
            “Baiklah, aku akan berusaha sebaik mungkin sensei. Boleh aku melihat surat misi itu,”tanyaku
            “Oh yang kau berikan sebelum kita melintasi waktu. Hm.. aku akan memberikannya saat kau lulus dalam tes latihanku”
            “Ck.., baiklah sepertinya tidak ada lagi yang kau bicarakan. Aku balik dulu. Oyasuminasai
            “Dasar gadis ini, benar-benar tidak sopan. Oyasuminasai,”kata Kai dengan seulas senyum.
            Pagi-pagi di belakang rumah Akira terdengar suara gaduh yang disebabkan oleh suara komando Kai melatih Lily.
            “Ayo pegang yang benar katananya, bukan seperti itu,”kata Kai
            “Iya aku tahu, begini kan?” kataku sambil menunjukkannya
            “Salah!!”
            “Begini?” (dengan posisi berubah 900)
            “Salah!!”
            “Begini?” (berubah lagi menjadi 1800)
            “Salah!!!”
            Begitulah alur pelatihan yang diajari oleh sensei Kai. Meski Lily mendapatkan pukulan bertubi-tubi alias tekanan mental tetapi ia berusaha bertahan agar dapat bertemu dengan kakeknya. Disela-sela pelatihan Kai memperkenalkan dan menjelaskan beberapa senjata yang biasanya dipakai oleh seorang samurai seperti katana, wakizashi, naginata dan shuriken.
            “Tunggu dulu, bukannya shuriken biasanya dipakai oleh ninja?”
            “Ya tetapi kebanyakan samurai di daerah ini tidak lupa membawa shuriken saat berperang atau berduel, tergantung dari kondisi si samurai,”jawab Kai
            “Oh begitu, baiklah bisa kita istirahat?”
            “Istirahat..jangan membuatku tertawa. Apa kau mau mati sebelum bertarung?”
            “Ti-tidak. Baiklah ayo kita lanjutkan latihannya”
            “Nah begitu, selanjutnya aku akan mengajarimu jurus tsuki, haraki ashi, haya suburi, men, sa-yu men dan tsuba zeriai. Kau perhatikan aku baik-baik, setiap jurus hanya aku peragakan sekali berikutnya kau mengikutinya dan mengulanginya berkali-kali sampai kau hapal. Mengerti?”
            “Ok!!”
            Kemudian Lily pun berlatih sambil terus mengulangi jurus-jurus yang telah diajarkan Kai. Hari berganti hari, setiap pagi dan malam hari Lily dengan giat berlatih sambil diawasi oleh Kai. Perlahan tatapan dingin Kai berubah menjadi lembut ke arah Lily namun Lily tidak menyadari hal tersebut.
            “Berhenti dulu sebentar Li. Aku melihat kau masih kaku dalam memegang katana. Anggap saja kau sedang memegang shinai, tenang saja katana itu tidak akan melukaimu selama kau menganggapnya teman”
            Sementara Lily masih terbengong-bengong karena baru pertama kali ini Kai menyebut namanya.
“Hey..hey..(sambil melambaikan tangan ke arah wajahku). Apa kau mengerti apa yang aku bilang?”
“Tentu saja, katana adalah seorang teman bagi samurai”
Mendengar jawaban Lily, Kai spontan tersenyum kepada Lily yang membuat detak jantung Lily semakin keras. Bagi Lily itulah adalah senyuman termanis yang pernah ia lihat dari sosok bernama Kai. Sedetik kemudian Kai menyadari bahwa ia tersenyum kepada Lily dan langsung mengubah ekspresinya menjadi dingin.
“Hey Li apa yang kau lihat, cepat lanjutkan latihannya”
“I-iya sensei
Setelah berbagai latihan yang dijalani oleh Lily, Kai melihat ada peningkatan dalam berbagai jurus. Lantas ia menghampiri Lily untuk memberikan sebuah surat misi dari kakeknya.
            “Istirahat sebentar Li, ada yang ingin aku tunjukkan padamu”
            “Apa itu?”
            “Ini (sambil menyodorkan sebuah surat). Aku melihat kau telah mahir dan menguasai berbagai jurus yang aku ajarkan dan sekarang saatnya kau mulai menjalankan misi dari kakekmu,”kata Kai.
            Lily lantas membuka isi amplop itu dan mulai membaca surat misi. Namun alangkah terkejutnya saat dia membuka surat misi tersebut. Huruf kanji yang tertulis tiba-tiba berubah menjadi sebuah kalimat yang dapat dimengerti oleh Lily. Isi surat tersebut adalah :
Misi untuk cucuku Lily Kobayashi
Kau harus menyelamatkan sebuah desa yang sungainya telah diracuni oleh penyihir jahat bernama Reiko. Saat kakek menuliskan surat ini, kakek telah menjadi sanderanya. Tugasmu mencari bunga abadi di puncak gunung Fuji untuk memurnikan air sungainya. Penjaga gerbang waktu akan membantumu menuju kastil sang penyihir.

            “Bagaimana kau sudah siap?”
            “Tentu saja,”jawab Lily
            Keesokkan paginya Lily dan Kai berpamitan kepada Akira dan Megumi untuk melanjutkan perjalanan menuju gunung Fuji. Saat ditengah perjalanan Kai mengalungkan sebuah botol kecil yang berisi air abadi kepada Lily.
            “Apa ini?”
            “Ini sihir air, kau cukup membuka tutup botolnya lalu berkosentrasi. Bayangkan  sekililingmu adalah air dan lakukan gerakan lembut tetapi tegas saat kau menggunakan sihir ini. Sihir ini hanya bisa dipakai sebanyak tiga kali dan kekuatannya sangat dasyat,’kata Kai
            “Chotto matte, kau belum pernah mengajariku sebelumnya,”kata Lily
            “Aku yakin kau pasti bisa. Sebentar lagi kita akan memasuki gunung Fuji, berhati-hatilah karena kemungkinan Reiko akan mengirimkan ninja pembunuh,”kata Kai.
            “Baiklah, wakarimasu
            Tak terasa perjalanan yang melelahkan ini akhirnya terbayar juga. Di sekelilingku aku melihat pemandangan yang sangat indah, ada beberapa bunga sakura bermekaran. Saat ini di gunung Fuji masih musim semi biasanya kata Kai selalu ditutupi salju. Tinggal beberapa meter lagi kami akan sampai di puncak gunung itu. Namun dari balik semak-semak kami mendengarkan suara berisik.
            Ssrrrt....
            “Waspada Li!!”
            “Ya,”jawabku
            Tak lama kemudian dua buah shuriken hampir mengenai Kai tetapi langsung ditebas dengan gerakan cepat. Dari balik semak-semak satu persatu para ninja bermunculan dengan posisi menyerang. Pertarungan dimulai dengan sangat cepat tanpa ada jeda sedikit pun, kesalahan sekecil apapun akan menyebabkan nyawa kami berdua melayang.
            “Hiaat...!” teriakku sambil menyerang tiga orang ninja sekaligus.
            Dengan perpaduan jurus tsuki dan haya suburi aku berhasil mengenai lawan dan dengan cepat aku melumpuhkan mereka. Namun beberapa ninja yang lain mulai menyerangku.
            Wuuushh...!
            Sebuah tendangan yang sangat cepat mengenai pinggangku dan membuatku jatuh tersungkur. Belum sempat aku bangkit sebuah shuriken meluncur ke arahku dan dengan langkah yang sigap aku berhasil menepisnya. Sekarang keadaanku benar-benar tidak aman, aku dalam keadaan terkepung. Aku berharap Kai dapat membantuku namun aku melihatnya juga sedang dalam keadaan terdesak menghadapi para ninja. Baiklah aku harus berkosentrasi dan memusatkan pikiranku pada katana. Sambil memejamkan mata aku merasakan hembusan angin dan mencoba membaca gerakan lawan.
            “Aku siap menyerang,”gumamku
Baiklah kali ini aku akan menggunakan jurus men dan sa-yu men dengan cepat dan tepat.
Traakh...trakh...srrett...!!
            Bruuuk...!!
            Suara tubuh mereka terhempas ke tanah dan menghilang. Akhirnya aku berhasil menjatuhkan mereka.
            “Hebat kau Li!”
            “Kau juga hebat,”kataku        
            Tidak berapa lama kemudian sampailah mereka di puncak tertinggi gunung Fuji. Di sekeliling mereka terdapat aneka bunga berwarna-warni yang bermekaran.
            “Kai, bagaimana ciri-ciri bunga abadi itu?”
            “Bunga itu berwarna biru muda dan bertangkai emas. Begini saja kita berpencar untuk mencarinya,”sarannya
            “Baiklah kalau begitu aku mencari di sebelah sana,”kataku
            Aku menyusuri sekelompok bunga untuk menemukan bunga abadi. Lalu aku berjalan lurus dan menemukan sebuah tangkai yang bersinar.
            “Banzai!!, Kai coba kau kesini aku sudah menemukannya,”kata Lily.
            “Waw.. selamat, kalau begitu ayo kita pergi menyelematkan desa itu,”kata Kai.
            “Gomen.. tapi bisa tidak kita menyelamatkan kakek dulu. Aku ingin menyelesaikan misi ini bersama dia”
            “Hmm.. baiklah kalau itu keinginanmu,”kata Kai
            Mereka mengambil langkah cepat menuju kastil penyihir Reiko. Di sekeliling daerah kastil tidak ada cahaya matahari. Pepohonan di sebelah kiri-kanan jalan terlihat kering kerontang bahkan keberadaan binatang seekor pun tidak ada.
            “Itu dia kastilnya,”kata Kai sambil menunjuk
            “Sugoi..
            “Ini bukan saatnya kagum Li, kita harus menyiapkan kekuatan untuk bertarung dengan Reiko. Namun untuk kali ini aku yang akan bertarung dengan Reiko kau cukup melihat dan membantuku saat aku terancam”
            “Eh..nani?, aku juga ingin bertarung”
            “Jangan keras kepala, dia adalah lawan yang tangguh bagimu”
            “Ya, tenang saja aku tidak akan bertindak gegabah”
            Sesaat setelah itu sampailah mereka digerbang utama. Pintu gerbang terbuka dan tampak pasukan ninja dan ronin yang siap menghabisi kami berdua. Baiklah aku harus tenang. Aku melihat Kai menghela napas panjang dan memasang sikap kuda-kuda untuk menyerang.
            Ciaaat.. traaak... pletaaak... wuuush..
            Gemuruh pertarungan membahana di dalam kastil. Aku mendapat beberapa pukulan bertubi-tubi namun aku segera bangkit dan melawan begitu juga yang dialami oleh Kai. Pertarungan yang membuat kami kalah jumlah tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap melawan.
            Sreeeet...
            Tebasan terakhir berhasil melumpuhkan lawanku dan menandakan pertarungan telah berakhir. Namun pertarungan utama baru akan dimulai.
            Wuuush...
            Angin kencang tiba-tiba berhembus dan di depan kami muncullah Reiko sang penyihir jahat yang membawa sebuah kurungan yang cukup besar dan ternyata di dalamnya ada kakek.
            “Kakek!!!”
            “Li jangan kesana, berbahaya,”kata Kai sambil menahanku
            “Ck..bocah-bocah tengik. Aku tidak menyangka kalian bisa datang secepat ini ke kastilku. Baiklah aku akan memberikan sebuah hadiah. Terima ini!!,”kata Reiko
            Wuuush..
            Sebuah gumpalan api yang cukup besar melesat ke arah Kai. Kai mundur beberapa langkah dan klik ia menjetikkan jarinya yang membuat api itu menghilang. Lalu katananya berubah menjadi sebuah tongkat panjang, melalui tongkat itu ia mengeluarkan sihir angin yang kuat ke arah Reiko. Namun dengan satu gerakan, angin itu menghilang.
Pertarungan berlangsung semakin seru dengan perubahan elemen sihir yang sangat cepat. Mereka mampu merubah sihir mereka dari api ke air dan tanah ke angin. Aku ingin membantu namun melihat kondisi mereka yang imbang aku urungkan niat itu.
Bruuuk!!
Kai terhempas cukup jauh. Bagaimana ini?. Aku harus menggunakan sihir ini. Baiklah.
“Terima ini!!”
            Splaaas..
            “Apa ini? (sambil mengusap wajahnya). Kau mau bermain air denganku, Ha..ha..ha..!!,”kata Reiko
            Lalu dia melakukan sebuah gerakan dan mengarahkan sebuah bola air raksasa kepadaku. Aku tidak mampu menghindarinya dan terhempas cukup jauh. Seluruh tubuhku terasa remuk. Aku melihat kearah Kai dan ternyata dia masih belum sadar. Baiklah aku akan melakukan sihir air itu sekali lagi. Bayangkan sekelilingmu adalah air.
“Bangkit Lily!!,”teriakku
Aku melancarkan sebuah serangan balik dan tepat mengenai wajahnya. Ia mengerang kesakitan. Aku berhasil melukai wajahnya namun itu belum cukup. Baiklah kumpulkan energi dan pusatkan. Kali ini aku melakukan gerakan sapuan ke kiri dan kanan sambil memusatkan seluruh energi ditanganku.
“Hiaaaaaaaaaaaaaaat!!”
“Aaakkkhhh!!”
Suara teriakan Reiko memecah kesunyian kastil. Serangan terakhirku mampu merobohkan pertahanannya. Dia menghilang bersama serpihan air.
“Li...”
“Kai kau sudah sadar. Ayo kita pergi ke desa itu”
“Hm, kau pergi saja dengan kakekmu. Dia mengetahui letak sungai itu”
“Hey bicara apa kamu. Kita sudah janji akan pergi bersama-sama”
“Sudahlah.. kondisiku kurang baik. Lagi pula waktumu tinggal sebentar lagi. Cepat pergilah, mungkin kita tidak akan bertemu lagi tapi aku mau kau membawa surat ini dan membacanya saat kembali ke zamanmu”
“Ayo nak, kita harus cepat,”kata kakek
“Iya kek”
Sesampainya di sungai. Aku menghanyutkan bunga abadi itu, seketika air sungai yang berwarna hijau berubah menjadi putih bersinar. Penduduk setempat beramai-ramai ke sungai untuk menyembuhkan penyakitnya. Kini misi aku dan kakek telah selesai di zaman Edo. Perlahan tubuh kami mulai menghilang dan kembali melewati ruang waktu.
“Kai, Megumi, Akira sayonara!”
Wuuusshh..
Aku berhasil kembali dengan selamat. Tunggu dulu kenapa Mila masih membaca novelnya?. Tiba-tiba ponselku berbunyi, ternyata nenek menelpon. Aku langsung berlari keluar menerima telpon.
Moshi-moshi, nenek apa kabar?”
“Li.. kakekmu telah kembali,”kata nenek
“Oh..syukurlah”
“Li kau baik-baik saja?. Aneh biasanya kau selalu antusias”
“Ya,tentu saja Lily antusias. Maaf nek, Lily sebentar lagi ada kelas, bye
 Aku segera memutus sambungan terlpon, takut kalau nenek menanyakan macam-macam. Soalnya aku dan kakek sepakat untuk merahasiakan perjalanan kami ke zaman Edo.
“Li! (dengan ekspresi geram). Dari mana saja kau?. Aku sudah dua jam menunggumu sambil mengerjakan tugas kita,”kata Mila
“He.. he.., maaf. Kalau begitu ayo cepat kita kelas, sudah terlambat ini,”kataku sambil berlari cepat
“Liiiiiiiiiiiiiiiiii!!”
Akhirnya aku terbebas dari amukan Mila. Di kelas, pak Adi mulai menjelaskan mata kuliah budaya jepang. Namun aku sibuk membaca surat dari yang bertuliskan:
Boku ga iru
Boku ga kimi wo mamotte ageru eien ni
Membaca surat itu aku tersenyum karena untaian katanya romantis. Hmm seandainya kita bisa bertemu kembali.
Tok.. tok..
Suara pintu tiba-tiba diketuk. Lalu muncullah seorang cowok berkacamata.
“Maaf pak, ini ada anak baru bernama Ray Nakajima”
Tunggu dulu apa aku tidak salah dengar. Na-nakajima, rasanya nama belakang keluarganya aku kenal. Ya, tidak salah lagi. Itu nama belakang Kai.

**The End**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar